|
Menu Close Menu

Proyek Pembangunan Gedung di Babatan-Wiyung Dapat Penolakan Warga, DPRD Surabaya Bahas Dalam RDP

Selasa, 03 Juni 2025 | 09.12 WIB

 

RDP Komisi C DPRD Kota Surabaya.(Dok/Istimewa). 
Lensajatim.id, Surabaya- Keberadaan proyek pembangunan gedung mendapat penolakan dari warga RT 02 RW 01 Dukuh Karangan, Kelurahan Babatan, Kecamatan Wiyung. Penolakan itu karena dinilai tidak sesuai dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dikeluarkan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman serta Pertanahan (DPRKPP) Kota Surabaya.


Hal itu disampaikan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi C DPRD Kota Surabaya dengan menghadirkan beberapa pihak mulai dari perwakilan warga, DPRKPP, Dinas Perhubungan (Dishub), Bagian Hukum Pemkot Surabaya, Camat Wiyung, Lurah Babatan, hingga anggota DPRD, Senin (02/06/2025). 


Dalam rapat yang dipimpin Alif Iman Waluyo Sekretaris Komisi C DPRD Surabaya warga terdampak mengungkapkan beberapa kekhawatiran dampak lingkungan dan keselamatan akibat rencana pembangunan basement sedalam enam meter dan gedung setinggi enam lantai di kawasan permukiman padat penduduk.


Angga, salah satu warga RT 08 yang rumahnya berbatasan langsung dengan proyek pembangunan, menyampaikan keresahannya. Ia menyoroti kondisi gang sempit dengan lebar hanya 1,5 meter yang kini digunakan sebagai akses masuk dump truk dan alat berat lainnya tanpa izin atau pemberitahuan.


“Kami khawatir longsor, apalagi di sana ada yayasan anak yatim. Kami tidak setuju jika tetap dibangun basement sedalam 6 meter karena wilayah ini zona kuning,” ujar Angga dengan nada tegas.


Ia pun meminta kejelasan dari pemerintah kota apakah pembangunan basement di tengah permukiman padat memang diperbolehkan secara aturan.


Perwakilan dari DPRKPP, Sugeng, menjelaskan bahwa IMB telah dikeluarkan pada Oktober 2022 untuk pembangunan gedung enam lantai dengan satu lantai basement.


Menurutnya, izin tersebut sesuai dengan peruntukan zona perdagangan dan jasa. Ia juga menyatakan bahwa tanggung jawab terhadap dampak kerusakan lingkungan atau bangunan warga berada di pihak pengembang. Namun, jawaban itu dinilai normatif dan tidak meredakan kekhawatiran warga.


Sementara itu, perwakilan dari Dishub, Widodo, menyoroti penggunaan akses jalan gang yang tidak sesuai dengan kelas jalan. Jalan kampung tersebut sejatinya masuk kategori jalan kelas tiga, yang hanya boleh dilalui kendaraan dengan berat maksimal 8 ton.


Namun dalam praktiknya, proyek menggunakan kendaraan berat yang melebihi batas tersebut. “Itu seharusnya sudah ditindak oleh kepolisian, tapi hingga kini belum ada penindakan,” ujarnya. 


Dishub juga menegaskan bahwa pengembang telah berjanji memperbaiki fasilitas umum yang dibongkar, namun implementasi di lapangan belum jelas.(Had) 

Bagikan:

Komentar