![]() |
Said Abdullah, Ketua Banggar DPR RI.(Dok/Istimewa). |
Said menyayangkan langkah BPS yang dinilai tidak profesional dan berpotensi menimbulkan kebingungan di kalangan pembuat kebijakan serta pelaku ekonomi.
“Seharusnya tidak boleh ada keterlambatan. BPS adalah rujukan utama bagi pelaku ekonomi, Badan Anggaran, dan komisi-komisi terkait. Kalau datanya belum siap, jangan diumumkan. Tapi sampaikan secara jujur kepada publik,” ujar Said di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Politisi PDI Perjuangan itu menegaskan bahwa data adalah fondasi dari setiap pengambilan keputusan, terutama dalam hal kebijakan pengentasan kemiskinan dan penanggulangan ketimpangan. Menurutnya, keterlambatan semacam ini bisa mengganggu evaluasi program-program yang tengah dijalankan pemerintah.
“Data adalah kunci. Tanpa data yang objektif dan tepat waktu, kita akan terus mengulang kesalahan yang sama. Keterlambatan semacam ini mencederai kepercayaan publik,” tegasnya.
Said juga mengingatkan agar BPS lebih transparan kepada publik jika memang terdapat kendala teknis atau substansi dalam pengolahan data. Menurutnya, kejujuran jauh lebih baik dibanding membiarkan ketidakpastian.
“Lebih baik BPS minta maaf karena datanya belum lengkap, daripada mengorbankan kredibilitasnya di mata publik,” tambahnya.
Dalam pernyataan resminya, BPS mengklaim bahwa penundaan dilakukan demi memastikan data dan informasi statistik yang lebih akurat dan terpercaya. Namun, hingga berita ini ditulis, belum ada kepastian kapan data terbaru mengenai kemiskinan dan ketimpangan akan dirilis.
Sementara itu, sejumlah ekonom juga mulai menyuarakan keprihatinan atas ketidakkonsistenan jadwal BPS, karena data ini menjadi acuan penting bagi banyak sektor, mulai dari fiskal, investasi, hingga perencanaan sosial.
Penundaan ini menjadi catatan penting bagi transparansi dan akuntabilitas lembaga statistik negara. Seiring makin kompleksnya tantangan sosial dan ekonomi, kehadiran data yang valid dan tepat waktu menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditawar. (Tim)
Komentar