![]() |
Mohammad Syahid, Ketua LBH PW GP Ansor Jawa Timur saat orasi dalam aksi di depan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, di Surabaya.(Dok/Istimewa). |
Warga didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor Jawa Timur yang bertindak sebagai pendamping hukum bagi keluarga korban. Mereka membawa spanduk dan poster bertuliskan “Usut Tuntas Kematian Alfan!” dan “Jangan Matikan Keadilan!”, menyuarakan tuntutan akan transparansi dan keadilan dalam proses hukum.
Ketua LBH Ansor Jawa Timur, Mohammad Syahid, menegaskan bahwa aksi ini lahir dari keresahan murni warga Kaligoro, bukan inisiatif LBH Ansor.
“Aksi ini bukan dari LBH Ansor. LBH hanya memfasilitasi dan mendampingi. Ini suara warga yang merasa keadilan belum ditegakkan,” ujar Syahid.
Ia mengkritik jalannya penyidikan oleh Polres Mojokerto yang dinilai tidak transparan dan minim profesionalisme. Salah satu sorotan utama adalah penggunaan Pasal 359 KUHP tentang kelalaian, yang dianggap tidak sesuai dengan rangkaian peristiwa yang menunjukkan adanya unsur kekerasan atau penculikan.
“Korban diketahui dijemput dari sekolah, lalu dibawa ke desa tempat tinggal tersangka. Tapi penyidik justru memakai pasal kelalaian. Ini sangat janggal,” tambahnya.
LBH Ansor juga mengungkap bahwa laporan awal dari keluarga Alfan malah dikategorikan sebagai orang hilang, padahal terdapat indikasi kuat bahwa Alfan dijemput secara paksa.
“Ada upaya pemutusan rantai peristiwa. Sejak awal, penyidik seolah menutup kemungkinan pidana berat. Ini tidak boleh dibiarkan,” ujar Syahid tegas.
Dalam aksi tersebut, warga bersama LBH Ansor menyampaikan sejumlah tuntutan:
Peninjauan ulang pasal yang dikenakan dalam kasus Alfan,
Penanganan pengaduan secara terbuka dan serius,
Turunnya Propam dan Wasidik Mabes Polri untuk mengawasi penyidikan.
Syahid menyatakan, pihaknya telah menyampaikan surat resmi kepada Kanit Reskrim Polres Mojokerto, namun belum mendapat tanggapan.
“Tidak ada SP2HP, tidak ada jawaban surat kami. Ini menunjukkan ada yang tidak beres dalam penanganan kasus ini,” ucapnya.
Meski tidak menyebut adanya keterlibatan aparat, Syahid menilai kuat dugaan ketidakprofesionalan terjadi selama proses penyidikan. Ia menyebut pihaknya tidak akan tinggal diam.
“Kalau tidak ada perkembangan, kami akan bawa ke Komnas HAM atau Ombudsman. Bahkan tidak menutup kemungkinan akan ada aksi lanjutan,” tandasnya.
Di akhir pernyataannya, Syahid mengajak masyarakat, khususnya kaum muda dan kalangan pesantren, untuk tidak apatis terhadap isu ketidakadilan.
“Ini bukan sekadar soal hukum, ini soal kemanusiaan. Santri, pemuda, masyarakat sipil—semua harus bersuara,” pungkasnya.
Aksi damai tersebut dijaga ketat aparat kepolisian dan berlangsung tanpa insiden, sebagai simbol perlawanan masyarakat terhadap proses hukum yang dinilai belum berpihak pada kebenaran. (Tim)
Komentar