![]() |
| Ning Dini, Anggota Komisi VIII DPR RI saat menerima penghargaan Tokoh Muda Nahdliyin Inspiratif Versi Forkom Jurnalis Nahdliyin (FJN) saat acara di Pasuruan.(Dok/Istimewa). |
“Saya merasa sangat senang dan tersanjung. Saya masih merasa sebagai anak baru di sini. Namun yang paling penting, saya berharap dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat,” ujar politisi yang akrab disapa Ning Dini, usai menerima penghargaan dalam kegiatan Reses Ngobrol Pendidikan Islam (Ngopi) di Pasuruan, Rabu (22/10/2025).
Sebagai anggota Komisi VIII DPR RI yang bermitra dengan Kementerian Agama, Ning Dini menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kebijakan di bidang pendidikan Islam. Fokus utamanya adalah memperjuangkan kesetaraan hak dan kesejahteraan bagi guru madrasah, guru TPK, dan tenaga pengajar di madrasah diniyah serta pesantren.
“Kami berharap guru madrasah mendapatkan hak yang setara dengan guru di sekolah umum. Karena mereka sama-sama berjuang mencerdaskan bangsa,” tegas politisi muda dari Partai NasDem tersebut.
Selama masa reses, Ning Dini aktif turun ke daerah pemilihannya di Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kota Probolinggo, dan Kota Pasuruan. Ia mengaku banyak menerima keluhan tentang ketimpangan kesejahteraan antara guru madrasah dan guru di sekolah negeri.
“Banyak guru madrasah swasta hanya menerima insentif sekitar Rp250 ribu per bulan, bahkan ada yang di bawah itu. Ini sangat memprihatinkan dan tidak sebanding dengan dedikasi mereka,” ujarnya.
Ia juga menyoroti lambannya proses pengangkatan guru madrasah menjadi ASN atau P3K di bawah Kementerian Agama. Menurutnya, kebijakan tersebut harus segera dibenahi agar tidak menimbulkan ketimpangan baru dalam dunia pendidikan.
“Di sekolah umum, pengangkatan P3K berjalan lancar. Tapi di madrasah swasta, prosesnya sering terhambat. Kami akan memperjuangkan agar ini menjadi perhatian serius pemerintah,” tegasnya.
Ning Dini menilai, madrasah dan lembaga pendidikan Islam memiliki peran besar dalam membentuk karakter generasi bangsa. Namun, perhatian negara terhadap lembaga tersebut masih minim, terutama dalam aspek kesejahteraan tenaga pendidiknya.
“Madrasah dibangun dengan semangat gotong royong dan keikhlasan. Negara harus hadir untuk memastikan guru-gurunya tidak hanya dihormati secara moral, tetapi juga dihargai secara ekonomi,” katanya.
Ia berharap, penghargaan yang diterimanya menjadi pemantik semangat bagi generasi muda Nahdliyin untuk terus memperjuangkan keadilan dan kesetaraan dalam pendidikan Islam.
“Saya ingin penghargaan ini menjadi pengingat bahwa perjuangan belum selesai. Guru madrasah, santri, dan lembaga pendidikan Islam harus diperjuangkan agar setara dan sejahtera,” pungkasnya.
Ketua Umum FJN, Muhamad Didi Rosadi, mengatakan perjuangan yang dilakukan Dini Rahmania selaras dengan hasil riset terbaru terkait kesenjangan kesejahteraan guru madrasah.
Menurut data Pusat Riset Pendidikan dan Kebudayaan BRIN (2024), rata-rata pendapatan guru madrasah swasta di Indonesia masih berada di bawah 40 persen dari standar gaji guru sekolah negeri.
“Data menunjukkan masih ada ketimpangan struktural. Jika negara tidak melakukan intervensi anggaran dan reformasi kebijakan pengangkatan, kualitas pendidikan Islam akan terus tertinggal,” jelas Diday, sapaan akrabnya.
FJN, lanjutnya, mendukung langkah-langkah konkret DPR dan Kementerian Agama dalam memperkuat ekosistem pendidikan Islam yang berkeadilan, termasuk pemerataan tunjangan profesi dan digitalisasi data guru madrasah agar kebijakan lebih tepat sasaran.
“Kami mendorong agar isu kesejahteraan guru madrasah tidak hanya dibahas saat momentum politik atau hari besar keagamaan, tetapi menjadi agenda strategis pembangunan nasional,” tegasnya.
Tahun ini, FJN memberikan apresiasi kepada 16 Tokoh Muda Nahdliyin Inspiratif dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional 2025. Penghargaan ini merupakan agenda tahunan FJN sejak didirikan pada 13 Mei 2020.
“Apresiasi ini murni dari kawan-kawan FJN kepada figur Nahdliyin yang rekam jejak dan karyanya bisa menginspirasi generasi muda,” ungkap Diday.
Ia menegaskan, FJN sebagai perkumpulan jurnalis berbasis Nahdlatul Ulama (NU) berkomitmen mendukung figur-figur Nahdliyin, baik yang berada di jalur struktural maupun kultural.
“Kami ini bagian dari NU, karena itu kami fokus pada figur-figur Nahdliyin. Ini sejalan dengan misi FJN untuk memberi dukungan kepada NU, baik secara kelembagaan maupun personal,” tambahnya.
Penentuan tokoh penerima apresiasi dilakukan secara kolektif dan independen oleh internal FJN tanpa intervensi dari pihak luar.
“Kami memegang prinsip independen dan imparsial. Bahkan tidak ada komunikasi dengan figur-figur yang menjadi nominator sampai diumumkan,” tutup Diday. (Had)


Komentar