![]() |
| A. Faidlal Rahman, Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Vokasi Universitas Brawijaya (UB) Malang.(Dok/Istimewa). |
Pada tahun 2024, Pemkab Sumenep tercatat menggelontorkan dana sebesar Rp 3,8 miliar untuk mendukung lebih dari 100 kegiatan kalender event. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp 2,8 miliar bersumber dari APBD Kabupaten Sumenep, sementara Rp 1 miliar lainnya berasal dari dukungan sponsor dan pihak ketiga seperti SKK Migas, BUMN, serta BUMD.
Memasuki tahun 2025, pemerintah daerah kembali melanjutkan program serupa dengan jumlah kegiatan yang hampir sama dan nilai anggaran yang juga mencapai miliaran rupiah. Agenda tersebut meliputi beragam kegiatan seni budaya, olahraga, hingga promosi wisata di berbagai kecamatan di Kabupaten Sumenep.
Namun, besarnya dana yang dikeluarkan pemerintah daerah itu menuai sorotan dari kalangan akademisi. A. Faidlal Rahman, Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Vokasi Universitas Brawijaya (UB) Malang, menilai pelaksanaan kalender event perlu disertai evaluasi menyeluruh agar manfaatnya benar-benar dapat dirasakan masyarakat dan sejalan dengan tujuan pembangunan pariwisata daerah.
“Pelaksanaan kalender event perlu dievaluasi dengan serius supaya uang sebesar itu bisa diukur dengan pasti hasilnya,” ujar Faid saat dihubungi, Minggu (2/11/2025).
Akademisi asal Sumenep itu menyarankan agar pemerintah daerah melakukan survei lapangan dengan menyebarkan kuesioner kepada masyarakat dan wisatawan. Menurutnya, langkah tersebut merupakan cara paling sederhana sekaligus efektif untuk menilai sejauh mana kegiatan pariwisata berdampak terhadap publik.
“Harus ada survei dengan menyebarkan kuesioner. Ini cara paling mudah untuk melihat apakah kegiatan tersebut efektif atau tidak,” jelas Faid, yang juga pernah menjadi Tenaga Ahli (TA) Bupati Sumenep bidang pariwisata.
Lebih lanjut, Faid menegaskan bahwa dampak promosi pariwisata tidak dapat dilihat dalam waktu singkat, karena merupakan proses jangka panjang. Kendati demikian, pemerintah daerah tetap harus memiliki indikator terukur dalam setiap pelaksanaan kegiatan.
“Promosi pariwisata itu prosesnya panjang. Tapi yang mengeluarkan anggaran harus paham dan tahu ketercapaiannya,” tegasnya.
Ia juga menyebut sejumlah indikator kuantitatif yang dapat digunakan untuk mengukur efektivitas program, di antaranya jumlah wisatawan yang datang karena event tersebut, tingkat pengeluaran wisatawan, serta perputaran ekonomi lokal selama kegiatan berlangsung.
“Untuk melihat efektif atau tidaknya bisa dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan, pengeluaran mereka, dan perputaran ekonomi selama event. Itu ukuran paling konkret,” imbuh Faid.
Selama ini, kalender event menjadi strategi utama Pemkab Sumenep dalam mempromosikan potensi wisata dan budaya lokal, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif. Namun tanpa evaluasi berbasis data, program tersebut dikhawatirkan tidak memberikan dampak maksimal terhadap peningkatan kunjungan wisatawan maupun kesejahteraan masyarakat.
Faid menegaskan, hasil survei nantinya dapat menjadi tolak ukur kesuksesan kegiatan kalender event, termasuk dalam melihat pengaruh langsung terhadap tingkat kunjungan wisatawan dan geliat ekonomi daerah.
“Survei itu bisa menjadi instrumen penting untuk menilai sejauh mana kalender event berkontribusi terhadap kunjungan wisatawan dan sektor ekonomi lokal,” pungkasnya. (Yud/Had)


Komentar