![]() |
| Ning Lia Istifhama, Anggota DPD RI asal Jawa Timur.(Dok/Istimewa). |
Kebijakan yang disebut berasal dari arahan Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai itu dinilai berpotensi memukul perekonomian Madura, yang selama ini bergantung pada industri tembakau dan rokok rakyat.
Salah satu suara keras datang dari Ach Toifur Ali Wafa, mantan aktivis PMII sekaligus pendiri Aliansi Pemuda Reformasi Melawan (ALARM). Ia menilai kebijakan pembekuan PR sebagai langkah yang dapat “mematikan denyut ekonomi Madura.”
“Langkah ini seperti upaya sistematis menekan ekonomi Madura. Padahal perusahaan rokok selama ini menjadi penopang harga tembakau agar tidak jatuh di pasaran,” ujar Toifur, Sabtu (2/11/2025).
Menurutnya, perusahaan rokok lokal telah berperan penting menjaga stabilitas harga tembakau di tingkat petani. Jika PR dibekukan dan pita cukai terus dibatasi, ia khawatir ribuan petani dan buruh akan kehilangan mata pencaharian.
“Kalau PR terus dibekukan, petani kehilangan pasar dan Madura kehilangan komoditas andalannya,” tambahnya.
Toifur mengusulkan agar pemerintah membuka dialog bersama pengusaha rokok, petani, dan legislatif daerah untuk mencari solusi konstruktif.
Salah satu alternatif yang ia tawarkan adalah penerbitan pita cukai kelas tiga bagi industri kecil atau pembentukan kawasan ekonomi khusus tembakau di Madura.
“Dengan langkah itu, potensi kerugian negara bisa ditekan tanpa mematikan ekonomi rakyat. Yang penting, pemerintah mau duduk bersama mencari jalan tengah,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Anggota DPD RI asal Jawa Timur, Dr. Lia Istifhama, menyatakan akan menindaklanjuti aspirasi tersebut melalui jalur konstitusional.
Ia menegaskan, isu pembekuan PR dan pembatasan pita cukai tidak boleh dianggap sepele, karena berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat di daerah penghasil tembakau.
“Madura memiliki dua komoditas unggulan: garam dan tembakau. Dua sektor ini perlu kita jaga dan rawat karena menjadi sumber penghidupan utama masyarakat,” ujar Ning Lia.
Putri dari KH. Maskur Hasyim itu menilai pemerintah pusat seharusnya lebih berpihak kepada daerah penghasil komoditas strategis. Kebijakan ekonomi, katanya, harus inklusif dan mempertimbangkan dampak sosial di daerah.
“Jangan sampai kebijakan yang dibuat di pusat justru menimbulkan kesenjangan ekonomi di daerah. Pemerintah perlu mendengar suara rakyat, terutama dari wilayah yang menopang sektor pertanian dan industri kecil,” imbuhnya.
Ning Lia juga mengapresiasi sikap kritis generasi muda Madura yang peduli terhadap masa depan ekonomi daerahnya.
“Masukan dari para aktivis muda seperti Saudara Toifur sangat berharga. Saya akan menyampaikan langsung kepada Kementerian Keuangan agar ada solusi yang berpihak pada masyarakat Madura,” tegasnya.
Senator asal Jawa Timur itu menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah, legislatif, dan pelaku usaha dalam menjaga keberlangsungan ekonomi lokal.
“Kita harus membangun komunikasi yang baik agar kebijakan yang diambil benar-benar berpihak kepada masyarakat kecil. Jangan biarkan Madura kehilangan identitas ekonominya,” pungkas Ning Lia. (Had)


Komentar