|
Menu Close Menu

Menyambut Hari Disabilitas Internasional: Tanggung Jawab Negara Memuliakan Penyandang Disabilitas

Senin, 03 November 2025 | 14.25 WIB

 

Oleh: Dr. A. Effendy Choirie

Ketua Umum DNIKS, Anggota DPR/MPR RI FPKB 1999–2013



Pendahuluan


Lensajatim.id, Opini-Hari Disabilitas Internasional yang diperingati setiap tanggal 3 Desember bukan sekadar agenda global, tetapi menjadi momentum moral dan politik yang penting untuk memastikan bahwa negara benar-benar hadir bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali. Sebagai negara yang berlandaskan Pancasila, Indonesia memiliki kewajiban untuk memuliakan setiap warga negaranya, termasuk penyandang disabilitas. Mereka bukanlah objek belas kasihan, melainkan subjek pembangunan yang memiliki hak, potensi, dan peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.


Landasan Konstitusional


Tanggung jawab negara terhadap penyandang disabilitas memiliki dasar hukum yang kuat. Konstitusi Indonesia, melalui UUD 1945 Pasal 28D, 28H, dan Pasal 34, menjamin hak atas kesejahteraan sosial dan kesetaraan di hadapan hukum. Nilai-nilai tersebut juga termaktub dalam sila kedua dan kelima Pancasila yang menegaskan kemanusiaan yang adil dan beradab serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain itu, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2020 tentang Komisi Nasional Disabilitas memperkuat komitmen negara dalam melindungi hak-hak penyandang disabilitas. Indonesia juga telah meratifikasi UN Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD), yang menunjukkan tekad nasional untuk menjalankan standar internasional dalam perlindungan disabilitas. Keseluruhan regulasi tersebut menegaskan bahwa negara memiliki tanggung jawab moral dan konstitusional untuk melindungi, memberdayakan, dan memastikan kesetaraan hak bagi penyandang disabilitas.


Potret Penyandang Disabilitas di Indonesia


Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah penyandang disabilitas di Indonesia diperkirakan mencapai 8–14 persen dari total populasi, atau sekitar 22 juta jiwa. Angka ini menunjukkan bahwa kelompok disabilitas merupakan bagian signifikan dari masyarakat Indonesia. Namun, sebagian besar dari mereka masih menghadapi keterbatasan dalam mengakses pendidikan, pekerjaan, layanan kesehatan, dan infrastruktur publik. Banyak penyandang disabilitas juga belum terdata secara akurat, sehingga tidak dapat menikmati layanan dan program pemerintah secara optimal.


Tantangan Utama


Berbagai tantangan masih dihadapi penyandang disabilitas di Indonesia. Stigma sosial masih begitu kuat dan sering kali membuat mereka terpinggirkan dari ruang sosial maupun ekonomi. Akses pendidikan belum sepenuhnya inklusif dan merata, sementara kesempatan untuk bekerja di sektor formal masih sangat terbatas. Selain itu, layanan kesehatan dan alat bantu disabilitas masih minim, serta infrastruktur publik belum sepenuhnya ramah bagi mereka. Situasi ini menunjukkan bahwa perjuangan menuju Indonesia yang inklusif masih panjang dan membutuhkan komitmen bersama.


Tanggung Jawab Negara


Negara harus hadir secara nyata melalui penguatan anggaran inklusif, kebijakan afirmatif di bidang ketenagakerjaan, pembangunan infrastruktur yang ramah disabilitas, serta program pemberdayaan ekonomi yang berkeadilan. APBN dan APBD perlu mengalokasikan dana secara proporsional untuk mendukung program inklusi disabilitas. Pemerintah juga harus menerapkan kebijakan afirmatif, seperti menetapkan kuota minimal dua persen aparatur negara yang berasal dari kalangan penyandang disabilitas dan satu persen di sektor swasta. Selain itu, perusahaan yang menerapkan prinsip inklusif perlu diberikan insentif fiskal, sementara BPJS Kesehatan wajib mencakup layanan terapi dan penyediaan alat bantu disabilitas dalam jaminan kesehatannya.


Pendidikan Inklusif


Sistem pendidikan nasional harus berorientasi pada prinsip inklusif. Kurikulum pendidikan harus dirancang agar dapat mengakomodasi kebutuhan semua peserta didik, termasuk mereka yang memiliki disabilitas. Setiap sekolah perlu memiliki guru pembimbing khusus serta fasilitas pendukung yang memadai. Pemerintah juga perlu membangun pusat pelatihan dan pendidikan vokasi bagi penyandang disabilitas di berbagai daerah. Dengan demikian, mereka dapat mengembangkan keterampilan dan kemandirian yang akan membantu peningkatan kesejahteraan ekonomi serta partisipasi sosial.


Ekonomi Inklusif


Dalam sektor ekonomi, pemberdayaan penyandang disabilitas harus menjadi prioritas. Program seperti pengembangan UMKM Disabilitas, pelatihan vokasi, serta akses permodalan berbasis tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) baik dari BUMN maupun swasta perlu diperluas. Pendekatan ini bukan sekadar tindakan amal (charity), melainkan langkah strategis menuju pemberdayaan yang menegakkan martabat dan kemandirian ekonomi penyandang disabilitas.


Infrastruktur Publik


Semua fasilitas publik, mulai dari transportasi umum, trotoar, kantor pemerintahan, hingga layanan digital, wajib menerapkan standar aksesibilitas universal. Pemerintah daerah memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa setiap pembangunan infrastruktur memperhatikan prinsip ramah disabilitas. Pengawasan yang ketat harus dilakukan agar fasilitas publik benar-benar bisa digunakan oleh seluruh warga tanpa terkecuali.


Peran DNIKS


Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS) berkomitmen menjadi simpul nasional dalam memperjuangkan hak-hak penyandang disabilitas. DNIKS aktif melakukan advokasi kebijakan publik, pemberdayaan masyarakat disabilitas, edukasi publik untuk membangun mentalitas inklusif, serta kolaborasi lintas sektor ekonomi dan sosial. Melalui program Indonesia Ramah Disabilitas 2035, DNIKS berupaya mendorong sinergi nasional dalam mewujudkan masyarakat yang inklusif dan berkeadilan.


Rekomendasi Kebijakan


Agar komitmen terhadap penyandang disabilitas dapat diwujudkan secara konkret, ada beberapa rekomendasi kebijakan yang perlu dipertimbangkan pemerintah. Pertama, alokasikan minimal satu persen APBN untuk program pemberdayaan disabilitas. Kedua, lakukan digitalisasi data nasional penyandang disabilitas secara terintegrasi agar kebijakan lebih tepat sasaran. Ketiga, berikan jaminan hidup minimum bagi penyandang disabilitas berat. Keempat, tegakkan kuota kerja inklusif di sektor publik dan swasta. Dan kelima, bangun Balai Vokasi Disabilitas Nasional di setiap wilayah strategis untuk memperluas akses pelatihan dan pemberdayaan.


Penutup


Memuliakan penyandang disabilitas adalah ukuran moral sebuah bangsa. Bangsa yang besar tidak diukur dari tinggi gedung atau kemegahan infrastrukturnya, melainkan dari bagaimana ia memperlakukan warganya yang paling rentan. Indonesia harus menjadi negara yang benar-benar mewujudkan prinsip “No One Left Behind.” Kemuliaan bangsa terletak pada kemampuannya memanusiakan setiap warga—terutama mereka yang selama ini terpinggirkan.


Sejahtera untuk Semua.


Bagikan:

Komentar