|
Menu Close Menu

Ning Luluk Dorong Desa Jadi Poros Ekonomi Kerakyatan Berbasis Kearifan Lokal

Minggu, 28 Desember 2025 | 20.56 WIB

Dr. Hj. Luluk Mashluchah, S.HI., M.Pd.I., saat menjadi narasumber.(Dok/Istimewa). 
Lensajatim.id, Blitar — Dr. Hj. Luluk Mashluchah, S.HI., M.Pd.I., menegaskan pentingnya menjadikan desa sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru melalui penguatan ekonomi kerakyatan berbasis kearifan lokal. Hal tersebut disampaikan perempuan yang akrab disapa Ning Luluk itu saat menjadi narasumber dalam kegiatan penyerapan aspirasi bersama Anggota DPR RI, Nurhadi, di Kabupaten Blitar.


Ning Luluk menyampaikan bahwa desa merupakan unit pemerintahan terkecil, namun memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional. Menurutnya, mayoritas penduduk Indonesia tinggal di desa yang menyimpan potensi besar sumber daya alam dan manusia, namun belum sepenuhnya diberdayakan secara optimal.


“Dalam era otonomi daerah, desa memiliki kewenangan luas untuk mengatur dan mengelola potensi ekonominya sendiri. Karena itu, desa seharusnya tidak lagi diposisikan sebagai objek pembangunan, melainkan subjek utama yang menentukan arah kemajuannya,” ujarnya, Minggu (28/12/2025). 


Ia menyoroti masih lebarnya kesenjangan pembangunan antara desa dan kota, mulai dari akses infrastruktur, pendidikan, kesehatan, hingga peluang ekonomi. Kondisi tersebut, lanjut Ning Luluk, diperparah oleh arus urbanisasi yang menyebabkan banyak tenaga produktif meninggalkan desa.


Sebagai solusi, ia menekankan pentingnya pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat desa. Model ini dinilai mampu mendorong kemandirian ekonomi warga melalui penguatan usaha lokal, pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), koperasi desa, serta diversifikasi ekonomi berbasis potensi unggulan setempat.


“Ekonomi kerakyatan bukan sekadar bantuan, tetapi proses penguatan kapasitas masyarakat agar menjadi pelaku ekonomi yang mandiri, berdaya saing, dan berkelanjutan,” tegasnya.


Menurut Ning Luluk, pendekatan tersebut sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang memberi ruang luas bagi desa untuk mengembangkan kearifan lokal sebagai kekuatan ekonomi. Potensi adat, tradisi, pertanian, kerajinan, hingga pariwisata desa dinilai dapat menjadi aset strategis apabila dikelola secara partisipatif dan profesional.


Dalam pemaparannya, ia juga mendorong penguatan BUMDes sebagai motor penggerak ekonomi desa, peningkatan kapasitas sumber daya manusia melalui pelatihan kewirausahaan, serta pemanfaatan teknologi digital untuk memperluas pemasaran produk lokal. Digitalisasi desa, menurutnya, menjadi keniscayaan agar produk desa mampu bersaing di pasar yang lebih luas.


Namun demikian, Ning Luluk mengakui masih terdapat sejumlah tantangan dalam implementasi ekonomi kerakyatan di desa, seperti keterbatasan kapasitas SDM, akses permodalan, literasi digital, serta keberlanjutan program. Karena itu, ia merekomendasikan adanya pendampingan berkelanjutan dari perguruan tinggi, penguatan lembaga keuangan berbasis komunitas, serta sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. 


“Kunci keberhasilan pembangunan desa terletak pada kolaborasi dan keberlanjutan. Jika dikelola dengan baik, desa tidak hanya mampu meningkatkan kesejahteraan warganya, tetapi juga menjadi pilar penting pembangunan nasional yang inklusif dan berkeadilan,” pungkasnya. (Had) 

Bagikan:

Komentar