|
Menu Close Menu

Dewan Syura IPNU Telah Berpulang

Senin, 09 November 2020 | 09.11 WIB

 

KH Drs Afton Ilman Huda, Pengasuh PP Alfatah Talangsari, 
 

Oleh: Moch Eksan


Di penghujung malam Senin, saya buka WA, banyak yang mengabarkan KH Drs Afton Ilman Huda, Pengasuh PP Alfatah Talangsari, meninggal dunia. Gus Afton --panggilan akrabnya, saya lihat terakhir di halaman FB, ia berdiri berjejer dengan Haji Hendi, Kiai Syahri, Pak Djalal, Gus Mamak, dan banyak tokoh Jember lain, di sebuah acara Maulid Nabi Muhammad SAW di rumah Pak Djalal, Perumahan Argopuro Kaliwates. Ia kelihatan khusyuk membaca sholawat. Ia terlihat sehat walafiat, dan sedikit pun nampak sakit.


Namun sebagaimana kita yakini, ketika ajal tiba, siapa pun tak kuasa memajukan atau memundurkan waktu. Gus Afton berpulang ke rahmatullah dengan jiwa tenang dan penuh harap bertemu dengan Tuhannya. Mantan anggota DPRD Kabupaten Jember ini, dikenal luas sebagai aktivis kawakan sedari muda sampai meninggal. Banyak yang menjulukinya sebagai "Dewan Syura IPNU" yang punya otoritas intelektual, spiritual dan moral dari mati hidupnya pangkaderan banom kepelajaran NU.


Cucu Kiai Dzafir Salam, Rois Syuriah NU Jember (1979-1987), menjadi "guru kader" bagi tokoh aktivis. Abdullah Azwar Anas (Bupati Banyuwangi), Kartika Hidayati (Wakil Bupati Lamongan), dan banyak tokoh lain, ikut digembleng oleh Gus Afton di IPNU-IPPNU. Sebab, secara terbuka dua kepala dan wakil kepala daerah tersebut, ketika disebut nama Jember, keduanya selalu bertanya perihal Gus Afton, dan bercerita romantika berproses dibawah asuhan tangan dinginnnya di organisasi waktu itu. Banyak sekali yang menjadi saksi sejarah, betapa peran dan kiprahnya sangat penting dan strategis dalam mengembangkan fiqrah an-nahdliyah wa tathbiquha dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.


Jauh sebelum atau sesudah saya menjadi sekretaris IPNU Cabang Jember (1994-1996) pada era kepemimpinan Cak Ali Muddin, Gus Afton merupakan narasumber tetap berbagai kegiatan pengkaderan, terutama terkait dengan materi keIPNU-IPPNUan, KeNUan, dan Keaswajaan. Penulis buku Thariqah Sang Kyai (2005), tak berlebihan bila disebut sang ideolog pergerakan anak pelajar NU. Terutama dalam menghadapi maraknya kasus radikalisme di Tanah Air.


Sebagai tempat konsultasi kader, Gus Afton terkadang disalahpahami oleh sebagian kalangan NU, karena terlalu masuk ke dalam urusan internal organisasi, terutama yang berhubungan dengan suksesi kepemimpinan IPNU-IPPNU. Padahal, sesungguhnya, Dosen FISIP UIJ tersebut, tak segan turun langsung untuk melatih kemampuan dan keterampilan kader dalam berkompetisi merebut atau mempertahankan kekuasaan. Ternyata, kemampuan dan kompetisi itu sangat dibutuhkan di era rekrutmen pemilihan langsung saat ini.


IPNU-IPPNU sebagai organisasi kader dan sumber insani kepemimpinan nasional, regional dan lokal, membutuhkan sistem pengkaderan yang senafas dengan perkembangan zaman. Gus Aftonlah arsitek pengkaderan yang melahirkan generasi trengginas. Proses pengisian kader di kepemimpinan NU maupun di pemerintahan, sebagian berasal dari anak ideologinya yang istiqomah terhadap ajaran Mabadi' Khaira Ummah. Bukan hanya warga NU akan tetapi warga masyarakat juga, akhirnya merasakan sumbangsih pelatihan kepemimpinan di organisasi, dalam mengelola NU dan daerah.


Alhasil, Gus Afton di alam baqa', pasti akan banyak menerima pembagian dividen saham kepemimpinan, seperti sumber mata air yang mengalir terus menurus dan memberikan manfaat terhadap jam'iyyah, agama, nusa dan bangsa. Waktu aktif menjadi anggota dewan, ia aktif melibatkan kader-kader muda NU dalam pembahasan issu strategis daerah. Ini tentu tradisi yang sangat baik untuk mengembangkan paradigma pembangunan partisipatoris, inklusif dalam bahtsul masailil qanuni (diskusi masalah peraturan) dan batsul masailil mizaniyatid daulah (diskusi masalah anggaran negara). Sehingga tradisi bahtsul masail NU berkembang dan tak melulu masalah hukum fiqih.


Pasca Gus Afton dari dewan, tak ada tokoh NU yang concern menyediakan tenaga, fikiran dan dananya untuk untuk melatih kader muda NU tentang manajemen kebijakan publik. Sementara kebanyakan politisi, melibatkan mereka hanya sebagai operator untuk mendapatkan apa dan menjadi apa dalam kekuasaan politik. Padahal, politik kata Pak Surya Paloh, bukan semata persoalan kekuasaan akan tetapi juga permasalahan kebajikan yang menjadi mainstream dari pelaksanaan kepemimpinan. Disinilah sisi keunikan Gus Afton  sebagai politisi ulung dan guru kader sekaligus.


Selain itu, Gus Afton adalah tokoh lintas agama yang sungguh-sungguh dalam membangun kerukunan umat beragama. Melalui Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB), lelaki kelahiran Jember, 2 November 1964 ini, membungun dialog antar umat untuk menghindari kesalahpahaman. Inilah yang seringkali menjadi pemicu tindakan intoleran dan diskriminatif terhadap umat berbeda agama atau keyakinan. Ia anak ideologi Gus Dur yang setia dan tak pernah lelah memajukan kerukunan umat dan melindungi kelompok minoritas di Tanah Air.


Rintisan usaha Gus Afton dalam membangun komunikasi harmonis antar tokoh agama dan antar pelajar, perlu dirawat, terutama bila melihat indeks kerukunan umat beragama yang rentan konflik sektarian dan meningkatnya jumlah mahasiswa yang terpapar faham radikalisme di Jember. Dalam konteks ini, daerah benar-benar kehilangan tokoh yang menghibahkan sebagian hidupnya demi harmoni sosial. Selamat jalan Gus, semoga arwahmu diterima disisiNya. Amien.


Moch Eksan, Pendiri Eksan Institute

Bagikan:

Komentar