|
Menu Close Menu

Keponakan Mahfud MD Tuding Pelaku Teror Bom Bunuh Diri Dangkal Pahami Agama

Senin, 29 Maret 2021 | 14.38 WIB


Firman Syah Ali atau Cak Firman (Dok/Istimewa)


lensajatim.id Surabaya-
Saat ini sedang viral pernyataan beberapa pejabat bahwa aksi teror terhadap gereja katedral Makassar kemarin tidak ada kaitannya dengan agama dan pelakunya bukan orang beragama. Hal itu dibantah oleh puteri mendiang Gusdur Alissa Wahid dan beberapa tokoh lain. Menurut Alissa Wahid banyak teroris berangkat dari ajaran agama.


Senada dengan Alissa Wahid, Keponakan Menkopolhukam Mahfud MD, Firman Syah Ali yang akrab disapa Cak Firman menegaskan bahwa terorisme di Indonesia ada kaitannya dengan agama, tepatnya dengan cara memahami dan menafsirkan ajaran agama.


"Kurang tepat jika terorisme Indonesia disebut tidak ada kaitannya dengan agama. Pembajakan pesawat Garuda tahun 1981 dilakukan oleh Laskar Komando Jihad, pengeboman Candi Borobudur tahun 1985 dilakukan oleh para beberapa Habaib, Bom malam natal tahun 2000 dilakukan oleh sekelompok pengamal agama tertentu yang kemudian membuat GP Ansor NU aktif turut mengamankan gereja dalam berbagai momen, Bom Bali 2002, Bom McD 2002, Bom Mabes Polri 2003, Bom Bandara Soekarno Hatta 2003, Bom JW Marriot 2003, Bom Kedubes Australia 2004, Bom Bali II 2005 dan seterusnya sangat jelas pelakunya tidak jauh-jauh dari itu, mereka adalah sekelompok pengamal agama tertentu dengan metode penafsiran yang sangat dangkal, tekstualis dan kaku" beber pria yang juga Bendahara Umum IKA PMII Jatim.


Korwil Sahabat Mahfud MD Jatim ini selanjutnya menjelaskan bahwa metode pemahaman dan penafsiran agama seperti itu diajarkan secara terstruktur, sistematis dan masif dari generasi ke generasi, sejak generasi Ibnu Muljam sang pembunuh Khalifah Ali Bin Abu Thalib hingga generasi Osama Bin Laden bahkan hingga saat ini.


"Ajaran pemahaman sempit terhadap agama islam ini sengaja dipelihara dan dikembangbiakkan sejak era Ibnu Muljam hingga saat ini, jadi jelas rentetan panjang aksi terorisme selama ribuan tahun ini ada kaitannya dengan agama, yaitu pada aspek metode pemahaman dan penafsiran" lanjut Ketua FP3I IPNU/IPPNU Cabang Pamekasan 1993-1994 ini.


Cak Firman mengharap semua pihak tidak berkomentar ahistoris terhadap aksi terorisme di Indonesia. "Komentar kita jangan sampai ahistoris, agar masyarakat paham kenapa akhirnya GP Ansor harus ikutan berpartisipasi menjaga keamanan gereja, karena gereja memanglah salah satu fasilitas publik yang paling diincar oleh kelompok teroris. Saat ini semua pihak hendaknya menyusun strategi bersama untuk menghentikan derap langkah para propagandis ajaran dangkal dan sempit tentang agama. Kalau hanya aparat keamanan yang bergerak saya yakin tidak cukup, karena tidak semua aparat keamanan kita paham ilmu agama. Mereka harus kita ajak diskusi, agar otaknya kembali normal, dan yang bisa mengajak mereka berdiskusi hanyalah orang yang faham ilmu agama, bukan aparat keamanan" pungkas Juara Nasional Lomba Karya Ilmiah antar Perguruan Tinggi Tahun 1996 ini. (Red)

Bagikan:

Komentar