|
Menu Close Menu

Koordinator Nasional HAM Indonesia Desak Kepala BP2MI Mundur

Sabtu, 04 Juni 2022 | 20.34 WIB

Asip Irama, Koordinator Nasional HAM-I dalam sebuah acara. (Dok/Istimewa).

Lensajatim.id, Jakarta - Koordinator Nasional Himpunan Aktivis Milenial (HAM) Indonesia, Asip Irama, mendesak Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Ramdhani, mundur dari jabatannya. Pasalnya, Benny dianggap tidak memiliki kapasitas dan kepekaan perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia. 


Kasus gagalnya pemberangkatan 174 Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal NTB beberapa waktu lalu dianggap menjadi bukti bahwa Benny ceroboh dan congkak. BP2MI dianggap tidak prosedural dan cenderung tidak kooperatif pada kasus digagalkannya PMI NTB ke Malaysia itu. 


“Gagalnya keberangkatan ratusan PMI asal NTB ke Malaysia menjadi bukti konkret bahwa BP2MI di bawah Benny belum serius menangani dan melindungi pekerja migran kita. Dalih BP2MI justru tampak mengada-ada dan dipaksa-paksa. Padahal ini berkaitan dengan hajat hidup orang banyak,” ungkap Asip melalui keterangan resminya.


Dijelaskan Asip, BP2MI menganggap rencana pemberangkatan PMI ke Malaysia itu cacat prosedur. Sehingga, skema Orientasi Pra Pemberangkatan (OPP) yang seharusnya difasilitasi BP2MI Mataram belum dilakukan. Ditengarai, BP2MI Mataram belum bisa melakukan OPP karena belum ada petunjuk dari BP2MI Pusat.


“BP2MI di bawah Benny jelas tidak mampu membawa lembaga pemerintah ini sebagai instrumen yang betul-betul mengayomi. Alih-alih melakukan dukungan, Benny justru miskin koordinasi dan terlihat seperti mau menang sendiri,” terang alumnus ilmu hukum Universitas Bung Karno itu.


“Padahal, Empat lembaga penempatan tenaga kerja migran NTB melalui Asosiasi Perusahaan Pekerja Migran Indonesia (APPMI) dijelaskan bahwa seluruh pekerja yang telah lolos masa orientasi telah mengantongi dokumen resmi berupa rujukan penerbitan visa kerja, sebagaimana kesepakatan atas permintaan pihak perusahaan dan Pemerintah Malaysia,” lanjut dia.


Menurut Asip, buntut gagalnya pemberangkatan PMI ke Malaysia telah merugikan tidak hanya sejumlah perusahaan pengarah tenaga kerja di Indonesia, tetapi juga dialami oleh perusahaan BUMN Malaysia yang memang sejak awal akan menfasilitasi penyaluran PMI tersebut. 


“Kerugian pihak perusahaan penyalur PMI ke Malaysia ini diprediksi mencapai miliaran. Biaya sewa pesawat yang akhirnya gagal berangkat bahkan mencapai 1,7 miliar. Tak hanya materi, kerugian beban mental ratusan PMI ini justru akan menambah persepsi buruk banyak orang tentang upaya pemerintah melindungi pekerja luar negeri,” tegas dia.


Reputasi Buruk Negara


Gagalnya pemberangkatan ratusan PMI asal NTB ke Malaysia itu juga akan menjadi presenden buruk dan citra negatif bagi Indonesia di kancah negara dunia, terutama Malaysia. Padahal belum lama ini, Pemerintah Indonesia dan Malaysia menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) tentang penempatan dan pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Malaysia.


Indonesia-Malaysia baru saja sepakat menyusun Joint Statement untuk menjamin implementasi MoU yang memang diinisiasi sejak 2016 lalu. MoU itu membahas banyak poin penempatan dan perlindungan PMI di Malaysia, seperti besaran upah, jaminan sosial, dan sebagainya.


Asip khawatir, gagalnya pemberangkatan PMI ke Malaysia justru membuat hubungan kedua negara tentang penempatan dan perlindungan pekerja migran akan kembali buruk. Susah payah Presiden Joko Widodo untuk membangun trust dalam rangka penempatan dan perlindungan pekerja migran dengan Malaysia justru memburuk.


“Kami berharap Presiden Jokowi memintai keterangan Benny sebagai Kepala BP2MI terkait kasus gagalnya PMI ke Malaysia. Bahkan jika terbukti Benny tidak bertanggungjawab dan keliru, Kepala BP2MI wajib segera diganti karena telah membuat reputasi buruk Indonesia di mata dunia,” pungkas Asip. (Ir).

Bagikan:

Komentar