|
Menu Close Menu

Guru Dan Murid, Lain Dulu Lain Sekarang

Kamis, 01 September 2022 | 15.22 WIB

Lia Istifhama . (Dok/Istimewa).


Oleh Lia Istifhama 


Lensajatim.id, Catatan- Abu Yusuf berkata: “Aku mendengar ulama salaf berkata: ‘Siapa yang tidak meyakini keagungan gurunya, dia tidak akan bahagia’.”


Kutipan dalam Kitab Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim yang dikarang oleh Sang Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari tersebut, bertujuan agar seorang murid memandang hormat dan takzim kepada gurunya, sekalipun ‘mantan guru’ yang pernah mendidik seorang murid di masa lalunya.


Namun ternyata hubungan guru dan murid tak selalu sama. Lain dulu lain sekarang, begitulah kiranya. Seperti yang dialami seorang pensiunan guru. 


Satu waktu, sang guru yang tak lagi muda, tak sengaja bertemu dengan mantan muridnya yang terlihat necis dan mobil mentereng. Alkisah, sang guru tersebut membantu karir sang murid saat sang murid tersebut, mencari pekerjaan. Dibantulah sang murid tersebut mendapatkan pekerjaan. 


Dan setelah itu si murid sempat ‘menghilang’ selama 1 dekade, hingga berjumpalah kembali si murid dengan sang guru yang pernah mendidik dan membantunya mendapatkan pekerjaan selepas sekolah.


Berkatalah sang guru: “Alhamdulillah le, kamu sudah berhasil sekarang.”


Jawablah sang mantan murid: “Iya, Abah. Saya sudah sukses.”


Rasa kagum melihat kesuksesan si murid pun, berlanjut. Berceritalah si murid tentang prosesnya mencapai sukses, bahkan dibuatnya sang guru mempercayai bahwa kesuksesannya melebihi sang guru. Lantas, pria tua yang sudah mencapai usia pensiun tersebut pun, kemudian tertarik untuk bekerjasama dengannya. Tentu, mengisi kesibukan produktif di hari tua.


Akhirnya, kesepakatan pun terjadi diantara keduanya. Bahwa mantan murid akan mengajak mantan gurunya bekerjasama sebuah proyek, dengan syarat sang gurunya lah yang harus memberikan modal, yaitu meminjamkan sertifikat rumahnya.


Bermodal percaya, sang guru pun menyampaikan kepada istrinya di rumah, dan mereka pun menerima ajakan si murid, yaitu meminjamkan sertifikat yang kebetulan saat itu difungsikan sebagai tempat tinggal para santri binaan keduanya. Sederhana pola pikir keduanya, yaitu hanyalah ingin mendapatkan tambahan pendapatan dan meminjamkan sertifikat selama satu tahun.


“Jangan kuatir, abah. Kerjasama ini hasilnya besar dan abah akan memiliki tambahan penghasilan sehingga bisa mengembangkan Lembaga pendidikan yang sudah abah punya”, itulah perkataan si murid yang mereka percayai.


Keesokan hari, tetiba murid tersebut menemui sang guru untuk meminta KTP asli. 


“Abah, pemodalnya sudah siap. Sekarang tinggal Abah menyerahkan KTP asli dulu, Sertifikat menyusul. KTP ini untuk rekening bersama kerjasama proyek nanti.”


Dan sederhana sekali, H. Hasan, sang guru tersebut, mengikuti permintaan si murid.


(bersambung)


Bagikan:

Komentar